Perbandingan Cadangan Devisa China, India, dan Indonesia
China terus
membuktikan diri sebagai raksasa ekonomi baru di Asia dengan membukukan
cadangan devisa sebesar USD1,9056 triliun pada akhir September 2008. Bank
Sentral China melalui jaringan internet Bank Rakyat China menyatakan, jumlah
tersebut meningkat sebesar 32,9% dari tahun sebelumnya dan 25% lebih tinggi
dari pada cadangan devisa di akhir 2007. Meski demikian, pernyataan Bank
Sentral China menyebutkan, pertumbuhan dari tahun ke tahun (year on year/yoy)
masih dinilai rendah jika dibandingkan kuartal I yang mencapai kenaikan hingga
40%. Hal ini sebagai akibat perlambatan ekonomi global yang terjadi sejak
sebulan lalu.
Hingga saat
ini China masih berada di peringkat pertama yang memiliki cadangan devisa
terbesar di dunia. Berdasarkan data yang dikutip dari Reuters, China
semakin menjauh dari Jepang yang berada di urutan ke-2. Sementara cadangan
devisa Indonesia per akhir Agustus 2008 hanya USD58,356 miliar. Cadangan devisa
dunia pada akhir kuartal II tercatat menanjak hingga USD4,4 triliun, dari
sebelumnya hanya USD1,5 triliun di awal dekade.
Krisis
finansial Amerika Serikat (AS) diprediksi akan memperkuat cengkeraman China
pada perekonomian Amerika. Hal ini terjadi karena Beijing kemungkinan akan banyak
membeli sekuritas pemerintah AS dengan memanfaatkan cadangan devisanya yang
kian menggelembung. China telah menguasai sekuritas AS senilai USD1,3 triliun
atau sekitar 70% dari USD1,8 triliun cadangan devisa mereka.
Hal ini memicu
kekhawatiran di kalangan politisi AS bahwa penguasaan China yang begitu besar
akan menjadikan negara itu sebagai ancaman utama bagi AS. Kendati demikian,
para pakar mengatakan China tak mempunyai pilihan lain selain terus membeli
aset dengan dominasi dolar.
Hal ini
dilakukan untuk mencegah pengurangan pada nilai asetnya, meski mereka
mengetahui saat ini AS menghadapi risiko terperosok ke arah perekonomian yang
terburuk sejak depresi besar pada dekade 1930-an. "Mereka membutuhkan aset
yang likuid dan aman, padahal aset yang demikian tak banyak di bagian dunia
lainnya," ujar mantan Kepala Divisi China pada Dana Moneter Internasional
(IMF) Eswar Prasad.
Menurut dia,
jika China menghentikan pengiriman uangnya ke AS, dolar AS akan mengalami
depresiasi atau defisit dengan cepat. Kemudian, dengan defisit neraca berjalan saat
ini, tak ada satu pihak pun bersedia membiayai defisit tersebut sehingga dolar
akan merosot dan mengikis nilai modal aset mereka. Selama ini, kata dia,
ekonomi AS dikelola melalui defisit neraca berjalan yang besar dan itu bisa
memperburuk kondisi ekonomi, terkait rencana Washington menyelamatkan Wall
Street dari gejolak ekonomi saat ini.
Sementara itu,
Direktur pelaksana Merrill Lynch China Liu Erhfei mengatakan, China akan mampu
mempertahankan pertumbuhan yang wajar pada atau di atas 8%. Menurut dia, China
perlu menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan dan menjaga inflasi tetap
terkendali untuk mengurangi dampak krisis keuangan global. Hingga saat ini dia
mengakui China belum mengalami gejolak seperti yang dihadapi perekonomian
negara maju. Liu menambahkan, China memiliki "tugas sederhana", yakni
mengatasi inflasi, menstabilkan pertumbuhan, dan meningkatkan permintaan
domestik.
Analisis :
Artikel ini
terdiri dari 7 paragraf
1. Paragraf pertama
Dari paragraf pertama diatas, menunjukan bahwa paragraf tersebut memiliki
jenis penalaran deduktif. Hal ini ditunjukan dengan adanya kalimat utama “China
terus membuktikan diri sebagai raksasa ekonomi baru di Asia dengan membukukan
cadangan devisa sebesar USD1,9056 triliun pada akhir September 2008.” dilanjutkan
dengan adanya kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama tersebut “Bank
Sentral China melalui jaringan internet Bank Rakyat China menyatakan, jumlah
tersebut meningkat sebesar 32,9% dari tahun sebelumnya dan 25% lebih tinggi
dari pada cadangan devisa di akhir 2007.”
2. Paragraf Kedua
Dari paragraf kedua, menunjukan bahwa paragraf tersebut memiliki jenis
penalaran deduktif. Hal ini ditunjukan dengan adanya kalimat utama “Hingga saat
ini China masih berada di peringkat pertama yang memiliki cadangan devisa
terbesar di dunia.” dilanjutkan dengan adanya kalimat penjelas yang mendukung kalimat
utama tersebut “Berdasarkan data yang dikutip dari Reuters, China
semakin menjauh dari Jepang yang berada di urutan ke-2.” Kalimat ke-3 dan
kalimat ke-4 juga merupakan kalima penjelas yang mendukung pernyataan kalimat
utama.
3. Dari paragraf ketiga, menunjukan bahwa paragraf tersebut memiliki jenis
penalaran deduktif. Hal ini ditunjukan dengan adanya kalimat utama “Krisis
finansial Amerika Serikat (AS) diprediksi akan memperkuat cengkeraman China
pada perekonomian Amerika.” dilanjutkan dengan adanya kalimat penjelas yang
mendukung kalimat utama tersebut “Hal ini terjadi karena Beijing kemungkinan
akan banyak membeli sekuritas pemerintah AS dengan memanfaatkan cadangan
devisanya yang kian menggelembung.” Kalimat ke-3 juga merupakan kalima penjelas
yang mendukung pernyataan kalimat utama.
4. Pada paragraf keempat, terdapat kalimat tidak langsung : para pakar mengatakan China tak mempunyai
pilihan lain selain terus membeli aset dengan dominasi dolar.
5. Di paragraf kelima, terdapat kalimat langsung yaitu pada kalimat :
"Mereka membutuhkan aset yang likuid dan aman, padahal aset yang demikian
tak banyak di bagian dunia lainnya," ujar mantan Kepala Divisi China pada
Dana Moneter Internasional (IMF) Eswar Prasad.
6. Pada paragraf keenam ini menggunakan pola sebab akibat, terlihat pada
kalimat :
Sebab : jika China menghentikan pengiriman uangnya ke AS, dolar AS akan
mengalami depresiasi atau defisit dengan cepat
Akibat : sehingga dolar akan merosot dan mengikis nilai modal aset mereka
karena tidak ada satu pihak pun bersedia membiayai defisit tersebut.
7. Terakhir, di paragraf ketujuh terdapat kalimat tidak langsung yaitu pada
kalimat :
Direktur pelaksana Merrill Lynch China Liu Erhfei
mengatakan, China akan mampu mempertahankan pertumbuhan yang wajar pada atau di
atas 8%.